klaim malaisyia terhadap batik indonesia (Hak paten)




Klaim Malaisyia Terhdap Batik Indonesia
(Hak paten)

Menurut segi historisnya Indonesia memiliki rumpun yang sama dengan Malaysia yaitu melayu. Maka tidak heranlah jika Indonesia memiliki bahasa, agama, rumpun yang dikatakan tidak begitu banyak perbedaan. Malaysia beranggapan juga bahwa karena Indonesia dan Malaysia adalah rumpun yang sama, maka kebudayaan dan kebanyakan hal yang dimiliki Indonesia juga merupakan milik Malaysia.
Jadi banyak sekali kasus klaim budaya yang dilakukan Malaysia terhadap Indonesia. Salah satunya adalah batik. Walaupun dikatakan bahwa MALAYSIA TIDAK PERNAH MEMATENKAN BATIK, karena BATIK MILIK INDONESIA. Yang dipatenkan oleh Malaysia HANYA MOTIF DAN CORAK, BUKAN BATIKNYA. Namun sejak tanggal 2 Oktober 2009, batik Indonesia secara resmi telah diakui oleh UNESCO. Batik dimasukkan ke dalam Daftar Representatif sebagai Budaya Tak  Benda Warisan Manusia (representative list of the intangible cultural heritage of humanity) dalam Sidang ke-4 Komite Antar-Pemerintah (fourth session of the intergovernmental committee) tentang Warisan Budaya Tak Benda di Abu Dhabi.
Untuk mempertahankan budaya yang dimilikinya, bangsa Indonesia telah mengaturnya dalam UUD 1945 amandemen ke empat, pasal 32 yg terdiri dari 2 ayat. 
a.  Ayat (1) berbunyi: "Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kekebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya." Jika ayat (1) ini dirinci, ada 3 potongan makna yang terkandung di dalamnya. Pertama, Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Potongan kalimat kedua berbunyi, di tengah peradaban dunia, penegasan bahwa kebudayaan Indonesia adalah bagian dari kebudayaan dan perdaban dunia. Potongan kalimat ketiga, dengan menjamin kebebasan masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya"  merupakan cerminan pemenuhan kehendak tentang perlunya kebebasan dalam mengembangkan nilai budaya masing-masing suku bangsa.
b. Ayat (2) berbunyi, "Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai  kekayaan budaya nasional", ini berarti bahwa masalah bahasa (daerah) sudah dengan sendirinya merupakan salah satu kekayaan (bagian) dari kebudayaan bangsa. 
Jaminan seperti yang tertuang dalam kedua ayat tersebut sudah semestinya menjadi kekuatan dan semangat bagi anak bangsa untuk tetap mau mempelajari, menghayati, mengamalkan, dan mempertahankan seni budaya bangsa, khususnya pemerintah secara institusional selaku pengambil kebijakan.
Faktanya, Indonesia hingga saat ini tidak memiliki data lengkap mengenai identitas budaya yang tersebar di setiap daerah. Perlindungan hak cipta terhadap seni budaya juga sangat lemah, sedangkan publikasi multimedia secara internasional mengenai produk seni budaya masih sangat minim. Dan yang paling parah Indonesia juga menghadapi persoalan buruknya birokrasi pendataan hak cipta. Meskipun permohonan pendaftaran hak cipta mengenai seni budaya sudah disampaikan, belum tentu permohonan tersebut segera diproses dan dipublikasikan. Sejak 2002 sampai Juni 2009, misalnya, sudah ada 24.603 permohonan pendaftaran hak cipta bidang seni yang disampaikan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkum dan HAM). Namun, hingga saat ini, permohonan yang disetujui belum dipublikasikan. Hal ini juga terkait dengan belum adanya dasar hukum formal.
Hak Cipta batik tradisional yang ada dipegang oleh negara (Pasal 10 ayat 2 UUHC Tahun 2002). Hal ini berarti bahwa negara menjadi waki lbagi seluruh masyarakat Indonesia dalam menguasai kekayaan tradisional yang ada. Perwakilan oleh negara dimaksudkan untuk menghindari sengketa penguasaan atau pemilikan yang mungkin timbul di antara individu atau kelompok masyarakat tertentu. Selain itu penguasaan oleh negara menjadi penting khususnya apabila terjadi pelanggaran Hak Cipta atas batik tradisional Indonesia yang dilakukan oleh warga negara asing dari negara lain karena akan menyangkut sistem penyelesaian sengketanya.
Pasal 10 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Negara Indonesia memegang Hak Cipta atas karyakarya anonim, di mana karya tersebut merupakan bagian dari warisan budaya komunal maupun bersama.  Perlindungan pengetahuan tradisional dan ekspresi kebudayaan biasanya dikaitkan dengan sistem perlindungan hak atas kekayaan intelektual
Pembentukan perundang-undangan di bidang HKI merupakan bentuk perlindungan agar masyarakat memperoleh kemanfaatan itu. Dengan kata lain, rezim HKI merupakan sebuah bentuk kompensasi dan dorongan bagi orang untuk mencipta. Demikian pula halnya jika inisiatif itu muncul dengan gagasan penggunaan rezim HKI, maka rezim HKI itu harus dapat menjamin bahwa para pelaku seni dapat :
1.  menikmati kebebasan berekspresi
2.  dapat menikmati suatu kondisi di mana mereka dapat menciptakan kreasi-kreasi baru
     dalam tradisi yang bersangkutan
3.  mewariskan kemampuan kreatifnya itu dari generasi ke generasi.

Karya cipta seni batik sebagai ciptaan yang dilindungi, maka pemegang Hak Cipta seni batik memperoleh perlindungan selama hidupnya dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah meninggal dunia (Pasal 29 ayat 1 UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta). Selama jangka waktu perlindungan tersebut, pemegang Hak Cipta seni batik memiliki hak eksklusif untuk melarang pihak lain mengumumkan dan memperbanyak ciptaannya atau memeberi izin kepada orang lain untuk melakukan pengumuman dan perbanyakan ciptaan yang dipunyai tanpa mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 ayat 1 UUHC 2002). Jangka waktu perlindungan tersebut diberikan bagi seni batik yang bukan tradisional, sedangkan bagi seni batik tradisional, misalnya motif “Parang Rusak” tidak memiliki jangka waktu perlindungan.

SIMPULAN
Indonesia memiliki rumpun yang sama dengan Malaysia yaitu melayu. Maka tidak heranlah jika Indonesia memiliki bahasa, agama, rumpun yang dikatakan tidak begitu banyak perbedaan. Jadi banyak sekali kasus klaim budaya yang dilakukan Malaysia terhadap Indonesia. Salah satunya adalah batik.
Pasal 10 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Negara Indonesia memegang Hak Cipta atas karyakarya anonim, di mana karya tersebut merupakan bagian dari warisan budaya. Perlindungan pengetahuan tradisional dan ekspresi kebudayaan biasanya dikaitkan dengan sistem perlindungan hak atas kekayaan intelektual, menjamin bahwa para pelaku seni dapat :
-     menikmati kebebasan berekspresi
-     dapat menikmati suatu kondisi di mana mereka dapat menciptakan kreasi-kreasi baru
    dalam tradisi yang bersangkutan
-     mewariskan kemampuan kreatifnya itu dari generasi ke generasi.

SARAN
          Indonesia dan Malaysia merupakan negara yang satu rumpun melayu. Namun, pada kenyataannya masih terdapat konflik antara Indonesia dan Malaysia. Untuk itu, hubungan Indonesia dengan Malaysia perlu dieratkan, yaitu dengan cara menjalin kerjasama yang baik dalam segala hal dan ngga seharus nya kita untuk saling merebut apa yang bukan miliki, tapi indonesia juga harus gerak cepat terhadap segala sesuatu yang dia miliki dan secepatnya untuk bisa dapat pengakuan dunia apa yang kita miliki itu, agar negara lain tiak mengklim apa yng kita miliki itu.
SUMBER
               Suryono, Hassan. 2007.Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi.Surakarta:
               TIM MKU
               Winarno.2007. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah Di
               Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Bumi Aksara


Komentar

Postingan Populer